Sinar-x menyusun spektrum gelombang
elektromagnetik pada rentang panjang gelombang 10-3 sampai beberapa
ratus Angstrom bergantung pada tegangan tabung (tube voltage) penghasil
sinar-x. Untuk tujuan difraksi sinar-x, radiasi karakteristik pada rentang
0,5-2 Å digunakan. Saat sinar-x menumbuk sebuah atom, elektron akan bergerak
periodik atau bergetar disebabkan medan elektrik dan magnetik dari berkas
sinar. Energi sinar diabsorpsi kemudian diradiasikan ulang ke segala arah.
Sebuah electron akan menghasilkan bola hamburan radiasi di sekitarnya.
Pertama-tama, kita tinjau baris atau kisi satu dimensi dari titik hamburan (scattering)
tersebut. Sebuah berkas paralel dari sinar-x monokromatik diarahkan tegak lurus
terhadap barisan seperti ditunjukkan pada Gambar 2.5. Berkas-berkas sinar
tersebut dihamburkan pada sudut α, yang merupakan sudut runcing antara barisan
(atom) dengan berkas sinar hamburan dan dideteksi (oleh film atau Geiger
counter) yang berjarak agak dekat dari barisan atom. Agar berkas sinar
dapat diamati oleh detektor, lebih dari satu wavelets (berkas sinar) harus
sefase. Ketika wavelets yang datang paralel, keduanya sefase pada FI,
tetapi saat dihamburkan, menempuh panjang lintasan yang berbeda (IJ vs FG).
IK digambarkan paralel terhadap FG dan IK paralel terhadap
JG. Kemudian, panjang lintasan hamburan wavelets berbeda sejauh FK.
Perbedaan jarak ini haruslah sebuah bilangan bulat dari panjang gelombang agar
gelombang sefase saat di detektor. Maka, FK = nλ, dimana n = sebuah bilangan
bulat (integer). Cos α = (FK/a) sehingga,
Persamaan (2.3) memberitahukan kepada kita bahwa
difraksi dari sebuah kisi satu dimensi akan terjadi pada seluruh sudut α, yang
memiliki cosinus nλ/a, dan a adalah jarak pemisah titik-titk
(atom) tersebut.
Gambar 2.5 Difraksi sinar-x dari sebuah kisi
satu dimensi
Saat n = 0, α = 90o dan berkas sinar
yang dihamburkan ke dalam lintasan diikuti oleh sinar datang. Kondisi ini
disebut difraksi orde “zeroth”. Difraksi orde pertama, n = 1, muncul pada
sebuah sudut kecil, α1, dan seterusnya. Berkas sinar hamburan
sekarang tidak terhampar di sebuah bidang, tetapi harus ditinjau dalam sebuah
konteks tiga dimensional. Garis IJ (dan FG) dapat dirotasikan 90o
berlawanan arah jarum jam saat (titik) I menjadi jangkarnya sehingga wavelet
diarahkan dari pembaca. IJ tetap diatur pada sudut α terhadap barisan
titik-titik (atom), oleh karena itu memenuhi persamaan (2.3). Faktanya, IJ
dan FG dapat berperan sebagai pembangkit sebuah kerucut radiasi
hamburan, berporos (coaxial) dengan barisan titik tersebut, dan setengah
sudut bukaan α (Gambar 2.6a). Pikirkan bahwa kerucut tersebut akan diarahkan ke
arah depan dan belakang sebagai n yang nilainya bisa positif maupun negatif.
Jika sebuah lempengan film ditempatkan tegak lurus terhadap berkas
sinar-x yang datang, seperti ditunjukkan Gambar 2.6a, selanjutnya kerucut
tersebut akan memotong film dalam hiperbolik dan lingkaran orde ke-nol
dalam sebuah garis lurus (Gambar 2.6b).
Gambar 2.6 (a) Perpotongan kerucut difraksi dari
sebuah kisi satu dimensional dengan sebuah lempengan film untuk menghasilkan
hiperbolik. (b) Tampak luar hiperbolik pada film. Nilai m
tersebut sebanding dengan n pada persamaan (2.3).
Pada kasus umum difraksi dari sebuah barisan
titik-titik, berkas sinar datang tidak akan tegak lurus terhadap baris
tersebut. Maka perbedaan panjang lintasan antara dua wavelet yaitu FK
– OM (Gambar 2.7) dan syarat untuk terjadinya difraksi adalah
Gambar 2.7 Difraksi dari sebuah barisan titik
satu dimensional saat berkas sinar datang tidak tegak lurus barisan titik.
Sekarang kita tinjau difraksi dari sebuah susunan titik dua dimensional dengan tambahan barisan titik-titik yang identik dengan barisan pertama yang ditempatkan terpisah dengan jarak b. Sebuah deret konsentris kerucut akan membentuk pola koaksial dengan setiap baris dari titik-titik. Akan tetapi, hanya yang ada disekitar arah a dan b (panah yang menunjukkan vektor) yang perlu ditinjau. Persamaan (2.4) tetap digunakan untuk kerucut yang terbentuk di sekitar arah a dan sebuah persamaan yang semisal diperlukan untuk arah b. Pada kasus yang umum, sinar datang akan tidak tegak lurus terhadap baris a dan b dan syarat yang dibutuhkan untuk terjadinya difraksi adalah
Secara berturut-turut α0 dan β0 merupakan sudut sinar datang yang dibentuk arah a dan b serta α dan β merupakan sudut yang sama untuk sinar difraksi. Setiap titik dalam kisi merupakan bagian dari kedua baris a dan a b dan memiliki dua kumpulan kerucut koaksial seperti yang dituliskan dalam persamaan (2.5a) dan (2.5b) yang tampak sepanjang arah OA dan OB pada Gambar 2.8. Secara umum, dua kumpulan kerucut akan berpotongan dan perpotongan tersebut berupa satu atau dapat berupa dua garis lurus ketika kedua kerucut berpotongan ke arah dalam dan luar. Garis lurus pada perpotongan kerucut secara simultan/otomatis akan memenuhi persamaan (2.5a) dan (2.5b) dan merupakan arah radiasi difraksi dari jaring (net) tersebut. Tinjau Gambar 2.6a, dan asumsikan bahwa jaring berbentuk persegi panjang dan terhampar paralel terhadap film, tetapi tegak lurus terhadap berkas sinar. Kerucut dari a akan berportongan seperti hiperbolik yang ditunjukkan, tetapi kerucut dari b akan berada pada sudut 90o (right angles) terhadap kumpulan yang pertama tersebut. Hal ini akan menghasilkan kumpulan hiperbolik kedua pada sudut tegak lurus terhadap yang pertama dan membentuk pola seperti yang ditunjukkan Gambar 2.9. Penghitaman pada film hanya akan terjadi pada perpotongan dua hiperbolik yang memenuhi persamaan (2.5a) dan (2.5b) dan selanjutnya difraksi sinar-x menumbuk film. Di sisi lain, jika jaring telah diorientasikan sejajar terhadap bidang kertas, kerucut-kerucut tersebut akan koaksial (berporos) terhadap arab b (OB pada Gambar 2.8) akan memiliki dasar-dasar yang paralel terhadap film dan akan memotong film dalam sebuah deret lingkaran konsentris. Orde tertinggi kerucut difraksi membentuk lingkaran terkecil dan orde yang lebih rendah, akan membentuk lingkaran lebih besar. Titik difraksi akan akan terhampar pada perpotongan lingkaran dengan hiperbola dari kerucut koaksial dengan arah OA atau .
Gambar 2.8 Kerucut pemantulan dalam tiga
dimensi. Kerucut tersebut koaksial dengan arah unit sel garis OA, OB dan OC. (From
X-ray Crystallography, M. J. Buerger, JohnWiley& Sons, 1942 with
permission.)
Gambar 2.9 Pola difraksi hipotektik dihasilkan
dari sebuah kisi dua dimensional oleh perpotongan kerucut disekitar sumbu A dan
B pada Gambar 2.8.
Dalam tiga dimensi, tiga kumpulan kerucut, berturut-turut yang koaksial dengan a, b dan c, perlu untuk ditinjau. Tiga persamaan yang sekarang diperlukan, yaitu:
Syarat untuk terjadinya interferensi konstruktif atau difraksi saat ketiga persamaan tersebut, yang dikenal sebagai persamaan Laue, secara simultan terpenuhi (Nuffield, 1966). Kosinus dari sudut tersebut merupakan arah kosinus dari difraksi dan sinar datang (Buerger, 1942), dalam system koordinat secara berturut-turut didefinisikan sebagai a, b, dan c. Untuk penyederhanaan, kita asumsikan sebuah kisi orthorhombic dan berkas sinar tegak lurus terhadap jaring-jaring ab dan paralalel terhadap c. Dengan film yang ditempatkan seperti pada Gambar 2.6, perpotongan dari kerucut dengan film akan menghasilkan dua kumpulan hiperbola dan satu kumpulan lingkaran konsentris di sekitar pusat film sebagai origin. Secara umum, tiga kumpulan lengkungan tersebut tidak akan bertemu pada titik-titik yang sama memenuhi tiga persamaan Laue (Gambar 2.9), dan hanya sejumlah kecil titik-titik yang muncul pada film (Gambar 2.10). Untuk menghilangkan kesulitan ini, metode Laue menggunkan radiasi yang tidak terfilter sehingga seluruh spectrum dari panjang gelombang didifraksikan secara simultan oleh kristal yang stasioner. Untuk setiap panjang gelombang, sekumpulan kerucut dihasilkan dan probabilitas kumpulan memenuhi persamaan Laue meningkat dengan luar biasa. Tetapi, satu masalah yang tetap ditemui bahwa sekarang panjang gelombang, secara umum tidak diketahui.
Hal ini dapat menunjukkan bahwa persamaan Laue dan Hukum Bragg adalah ekuivalen. Ekuivalensi ini tidak ditunjukkan disini, tetapi bagi pembaca yang tertarik dapat merujuk pada Ladd dan Palmer (2003). Faktanya, jika m1 = h, m2 = k, dan m3 = l dengan hkl merupakan indeks Miller, serta a, b, c merupakan dimensi unit sel maka persamaan Laue menyediakan arah kosinus bagi sinar datang dan difraksi untuk setiap bidang hkl. Ekuivalensi dari perlakuan Bragg dan Laue kemudian dapat divisualisasikan tanpa penurunan matematik.
Gambar 2.10 Garis jejak lintasan radiasi
difraksi menggunakan radiasi monokromatik dari sebuah kisi tiga dimensi, dua
kumpulan hiperbola dan sekumpulan lingkaran konsentris. Perlu dicatat secara
umum, tiga kurva (lengkungan) tersebut tidak bertepatan