Monday, 24 November 2014

Jasa analisis XRD (X-Ray Diffraction): alur pengerjaan sampel dan output analisis

Kami menyediakan jasa analisis data XRD (X-Ray Diffraction atau difraksi sinar-x) dari sampel atau material baik berupa logam, alloy, keramik maupun polimer untuk diketahui struktur mikro dan struktur kristal material tersebut dengan tahapan sebagai berikut:

Klien memberikan gambaran umum tentang eksperimen yang dilakukan, khususnya terkait raw material (bahan awal) yang digunakan dalam reaksi atau sintesis serta senyawa akhir yang ingin diperoleh untuk memudahkan analis dalam proses fitting dengan model struktur kristal yang sudah ada. 
Apabila bahan yang telah diuji XRD berupa mineral (unsur atau pun senyawa yang diambil dari alam), maka direkomendasikan untuk melakukan uji XRF (X-Ray Flouresence) terlebih dahulu agar diketahui unsur berat (unsur dengan berat molekul lebih besar dari Natrium) yang dikandung oleh sampel. Contoh output XRF:


Klien melampirkan data hasil uji XRD dalam extensi .udf atau yang semisal sesuai dengan output dari tipe alat difraksi sinar-x atau XRD yang digunakan.

Informasi yang dapat diperoleh dari hasil analisis XRD diantaranya:
  • Identifikasi senyawa atau fasa kristalin dalam bahan
  • Identifikasi persentase fasa kristalin dalam mineral ataupun sampel yang disintesis
  • Identifikasi struktur kristal (bentuk geometri unit sel kristal, parameter kisi kristal pasca refinement, dll) suatu unsur ataupun senyawa yang ada dalam mineral ataupun sampel yang disintesis
  • Karakterisasi ukuran butir kristal dari beberapa puncak (peak) XRD dominan
  • dll





Contoh pola difraksi sampel uji (extensi .udf)
      Contoh "fitting" pola difraksi sampel uji dengan model kristal yang sesuai (grafik berwarna hitam merupakan pola difraksi sinar-x sampel uji dan grafik berwarna biru merupakan model kristal dari database)
Contoh model struktur kristal yang cocok dengan sampel dan digunakan untuk "refinement"
  

Seluruh file dan data yang diperlukan untuk analisis XRD dikirim ke matrixcorplab@gmail.com 
Tahapan di atas merupakan langkah-langkah umum yang ditempuh untuk melakukan analisis data XRD, treatment tambahan sangat mungkin dilakukan apabila sampel atau bahan uji lebih kompleks. Konsultasi permasalahan analisis terkait kompleksitas bahan uji, estimasi biaya dan lama pengerjaan akan direspon oleh Kami via email. Terimakasih. 

Sunday, 23 November 2014

Pembuatan Sinar-X: konsep umum dan terminologi

Sinar-x dihasilkan oleh tumbukan electron berkecepatan tinggi dengan sebuah target metalik yang diam ataupun berputar. Sinar-x yang seringkali berguna untuk laboratorium memiliki energi antara 4 sampai 21 keV, setara dengan panjang gelombang 3,1 – 0,59 Å (1 Å = 10-10 m). Sinar-x dengan energi dibawah 4 keV akan diabsorbi oleh udara, saat sinar-x energinya di atas 21 keV akan diperoleh pola padatan serbuk yang sulit diinterpretasi.

Pada praktiknya, target metalik terbuat dari chromium (Cr), cobalt (Co), copper (Cu) dan molybdenum (Mo). Metal-metal ini menghasilkan sinar-x pada rentang energi 4-21 keV serta memberikan konduksi panas yang stabil dan tahan korosi. Proses produksi sinar-x menghasilkan panas dalam kuantitas besar yang harus dibuang (disipasi) dengan cepat untuk mencegah target metal meleleh. Oleh karena itu, metal tersebut haruslah tahan lama dan bersifat konduktif baik terhadap panas maupun listrik.

Spektrum radiasi sinar-x kontinu dan sinar-x karakteristik dihasilkan saat electron berkecepatan tinggi menumbuk target metal. Spectrum kontinu atau radiasi Bremsstrahlung dihasilkan ketika lintasan electron yang memasuki target diubah oleh interaksi elektron dengan inti atom logam (McCall, 1982). Pembelokan atau pengereman menyebabkan electron kehilangan momentum dan melepaskan radiasi sinar-x. Radiasi Bremsstrahlung menunjukkan sebuah spectrum kontinu disebabkan fakta bahwa tidak setiap electron dapat melambat dengan cara yang sama. Electron yang berhenti akibat interaksi tersebut akan melepaskan seluruh energinya dalam satu waktu, sehingga menghasilkan energi maksimum dengan panjang gelombang sinar-x yang paling pendek. Energi tersebut dideskripikan oleh persamaan:


Dengan λ dalam Å (10-10 m) dan V adalah tegangan yang bekerja. Jika satu plot antara intensitas radiasi Bremsstrahlung terhadap peningkatan panjang gelombang, akan membentuk sketsa sebuah kurva yang dimulai pada λmin dan secara cepat meningkat beberapa puluh Angstrom di atas λmin menuju sebuah maksimum dan secara lambat menurun sebagai peralihan menuju panjang gelombang yang lebih pendek.

Di sisi lain, spectrum sinar-x karakteristik merupakan hasil dari penajaman intensitas maksimum pada panjang gelombang kritis dan menumpuk (berhimpit – penj) pada spktrum kontinu. Puncak-puncak berdekatan ini merupakan karakteristik dari metal yang digunakan sebagai material target dan terasosiasikan dengan kulit K, L dan M dari struktur elektronik unsur yang menyusun metal atau logam. Kulit K, L dan M secara berturut-turut berhubungan dengan bilangan kuantum utama n = 1, 2, 3 mewakili tiga energi terendah orbital yang melingkupi pusat inti atom target unsur dengan kulit K mewakili orbital terendah. Jika satu electron yang menumbuk target memiliki energi yang cukup untuk melepas electron dari kulit K, sebuah electron dari kulit yang energinya lebih tinggi akan segera jatuh ke kulit K untuk mengisi kekosongan (electron – penj), kemudian mengemisikan foton energi tinggi dalam proses tersebut. Energi foton tersebut besarnya tetap dan dikenal sebagai panjang gelombang karakteristik untuk radiasi K.

Energi yang dilepaskan oleh transisi electron dari orbital dengan energi lebih tinggi menuju kulit K yang lebih rendah bernilai tertentu untuk setiap unsur logam target. Transisi dari kulit L menuju kulit K dikenal sebagai radiasi Kα, ketika transisi dari kulit M menuju kulit K dikenal sebagai radiasi Kβ. Selanjutnya, transisi Kα merupakan kejadian yang probabilitasnya paling banyak disebabkan dekatnya jarak kulit K dan L dibandingkan transisi Kβ sehingga muncul lebih banyak intensitas garis Kα pada spectrum karakteristik sebuah unsur.

Transisi elektronik dari kulit L ke kulit K dideskripsikan dengan mekanika quantum dan hanya dua transisi kulit L ke kulit K saja yang dibolehkan. Transisi ini membagi radiasi Kα menjadi Kα1 dan Kα2. Aturan yang sama berlaku untuk transisi Kβ, hanya saja pada kasus ini perbedaan energi tersebut nol dan kedua radiasi ini tergulung jadi satu. Pada praktiknya, radiasi Kα memiliki lebar sebuah puncak kurang dari 0,001 Å dan memungkinkan untuk memisahkan dua radiasi tersebut dengan rancangan eksperimen yang bagus. Radiasi Kβ tersebut juga muncul dan dapat dieliminasi dengan beragam tehnik. Kita harus bisa membedakan definisi antara energi dari sinar-x yang dihasilkan dengan intensitas sinar-x. Beberapa satuan untuk intensitas sinar-x yaitu flux (banyak foton yang dihasilkan tiap detik), brightness (flux tiap miliradian kuadrat), brilliance (brightness tiap millimeter kuadrat).

Monday, 4 August 2014

Persamaan Laue pada prinsip difraksi sinar-x

Sinar-x menyusun spektrum gelombang elektromagnetik pada rentang panjang gelombang 10-3 sampai beberapa ratus Angstrom bergantung pada tegangan tabung (tube voltage) penghasil sinar-x. Untuk tujuan difraksi sinar-x, radiasi karakteristik pada rentang 0,5-2 Å digunakan. Saat sinar-x menumbuk sebuah atom, elektron akan bergerak periodik atau bergetar disebabkan medan elektrik dan magnetik dari berkas sinar. Energi sinar diabsorpsi kemudian diradiasikan ulang ke segala arah. Sebuah electron akan menghasilkan bola hamburan radiasi di sekitarnya. Pertama-tama, kita tinjau baris atau kisi satu dimensi dari titik hamburan (scattering) tersebut. Sebuah berkas paralel dari sinar-x monokromatik diarahkan tegak lurus terhadap barisan seperti ditunjukkan pada Gambar 2.5. Berkas-berkas sinar tersebut dihamburkan pada sudut α, yang merupakan sudut runcing antara barisan (atom) dengan berkas sinar hamburan dan dideteksi (oleh film atau Geiger counter) yang berjarak agak dekat dari barisan atom. Agar berkas sinar dapat diamati oleh detektor, lebih dari satu wavelets (berkas sinar) harus sefase. Ketika wavelets yang datang paralel, keduanya sefase pada FI, tetapi saat dihamburkan, menempuh panjang lintasan yang berbeda (IJ vs FG). IK digambarkan paralel terhadap FG dan IK paralel terhadap JG. Kemudian, panjang lintasan hamburan wavelets berbeda sejauh FK. Perbedaan jarak ini haruslah sebuah bilangan bulat dari panjang gelombang agar gelombang sefase saat di detektor. Maka, FK = nλ, dimana n = sebuah bilangan bulat (integer). Cos α = (FK/a) sehingga,

Persamaan (2.3) memberitahukan kepada kita bahwa difraksi dari sebuah kisi satu dimensi akan terjadi pada seluruh sudut α, yang memiliki cosinus nλ/a, dan a adalah jarak pemisah titik-titk (atom) tersebut. 

Gambar 2.5 Difraksi sinar-x dari sebuah kisi satu dimensi

Saat n = 0, α = 90o dan berkas sinar yang dihamburkan ke dalam lintasan diikuti oleh sinar datang. Kondisi ini disebut difraksi orde “zeroth”. Difraksi orde pertama, n = 1, muncul pada sebuah sudut kecil, α1, dan seterusnya. Berkas sinar hamburan sekarang tidak terhampar di sebuah bidang, tetapi harus ditinjau dalam sebuah konteks tiga dimensional. Garis IJ (dan FG) dapat dirotasikan 90o berlawanan arah jarum jam saat (titik) I menjadi jangkarnya sehingga wavelet diarahkan dari pembaca. IJ tetap diatur pada sudut α terhadap barisan titik-titik (atom), oleh karena itu memenuhi persamaan (2.3). Faktanya, IJ dan FG dapat berperan sebagai pembangkit sebuah kerucut radiasi hamburan, berporos (coaxial) dengan barisan titik tersebut, dan setengah sudut bukaan α (Gambar 2.6a). Pikirkan bahwa kerucut tersebut akan diarahkan ke arah depan dan belakang sebagai n yang nilainya bisa positif maupun negatif. Jika sebuah lempengan film ditempatkan tegak lurus terhadap berkas sinar-x yang datang, seperti ditunjukkan Gambar 2.6a, selanjutnya kerucut tersebut akan memotong film dalam hiperbolik dan lingkaran orde ke-nol dalam sebuah garis lurus (Gambar 2.6b). 

Gambar 2.6 (a) Perpotongan kerucut difraksi dari sebuah kisi satu dimensional dengan sebuah lempengan film untuk menghasilkan hiperbolik. (b) Tampak luar hiperbolik pada film. Nilai m tersebut sebanding dengan n pada persamaan (2.3).
 
Pada kasus umum difraksi dari sebuah barisan titik-titik, berkas sinar datang tidak akan tegak lurus terhadap baris tersebut. Maka perbedaan panjang lintasan antara dua wavelet yaitu FK – OM (Gambar 2.7) dan syarat untuk terjadinya difraksi adalah


Gambar 2.7 Difraksi dari sebuah barisan titik satu dimensional saat berkas sinar datang tidak tegak lurus barisan titik.

Sekarang kita tinjau difraksi dari sebuah susunan titik dua dimensional dengan tambahan barisan titik-titik yang identik dengan barisan pertama yang ditempatkan terpisah dengan jarak b. Sebuah deret konsentris kerucut akan membentuk pola koaksial dengan setiap baris dari titik-titik. Akan tetapi, hanya yang ada disekitar arah a dan b (panah yang menunjukkan vektor) yang perlu ditinjau. Persamaan (2.4) tetap digunakan untuk kerucut yang terbentuk di sekitar arah a dan sebuah persamaan yang semisal diperlukan untuk arah b. Pada kasus yang umum, sinar datang akan tidak tegak lurus terhadap baris a dan b dan syarat yang dibutuhkan untuk terjadinya difraksi adalah

Secara berturut-turut α0 dan β0 merupakan sudut sinar datang yang dibentuk arah a dan b serta α dan β merupakan sudut yang sama untuk sinar difraksi. Setiap titik dalam kisi merupakan bagian dari kedua baris a dan a b dan memiliki dua kumpulan kerucut koaksial seperti yang dituliskan dalam persamaan (2.5a) dan (2.5b) yang tampak sepanjang arah OA dan OB pada Gambar 2.8. Secara umum, dua kumpulan kerucut akan berpotongan dan perpotongan tersebut berupa satu atau dapat berupa dua garis lurus ketika kedua kerucut berpotongan ke arah dalam dan luar. Garis lurus pada perpotongan kerucut secara simultan/otomatis akan memenuhi persamaan (2.5a) dan (2.5b) dan merupakan arah radiasi difraksi dari jaring (net) tersebut. Tinjau Gambar 2.6a, dan asumsikan bahwa jaring berbentuk persegi panjang dan terhampar paralel terhadap film, tetapi tegak lurus terhadap berkas sinar. Kerucut dari a akan berportongan seperti hiperbolik yang ditunjukkan, tetapi kerucut dari b akan berada pada sudut 90o (right angles) terhadap kumpulan yang pertama tersebut. Hal ini akan menghasilkan kumpulan hiperbolik kedua pada sudut tegak lurus terhadap yang pertama dan membentuk pola seperti yang ditunjukkan Gambar 2.9. Penghitaman pada film hanya akan terjadi pada perpotongan dua hiperbolik yang memenuhi persamaan (2.5a) dan (2.5b) dan selanjutnya difraksi sinar-x menumbuk film. Di sisi lain, jika jaring telah diorientasikan sejajar terhadap bidang kertas, kerucut-kerucut tersebut akan koaksial (berporos) terhadap arab (OB pada Gambar 2.8) akan memiliki dasar-dasar yang paralel terhadap film dan akan memotong film dalam sebuah deret lingkaran konsentris. Orde tertinggi kerucut difraksi membentuk lingkaran terkecil dan orde yang lebih rendah, akan membentuk lingkaran lebih besar. Titik difraksi akan akan terhampar pada perpotongan lingkaran dengan hiperbola dari kerucut koaksial dengan arah OA atau .
Gambar 2.8 Kerucut pemantulan dalam tiga dimensi. Kerucut tersebut koaksial dengan arah unit sel garis OA, OB dan OC. (From X-ray Crystallography, M. J. Buerger, JohnWiley& Sons, 1942 with permission.)

  Gambar 2.9 Pola difraksi hipotektik dihasilkan dari sebuah kisi dua dimensional oleh perpotongan kerucut disekitar sumbu A dan B pada Gambar 2.8.

Dalam tiga dimensi, tiga kumpulan kerucut, berturut-turut yang koaksial dengan ab dan c, perlu untuk ditinjau. Tiga persamaan yang sekarang diperlukan, yaitu:
 

Syarat untuk terjadinya interferensi konstruktif atau difraksi saat ketiga persamaan tersebut, yang dikenal sebagai persamaan Laue, secara simultan terpenuhi (Nuffield, 1966).  Kosinus dari sudut tersebut merupakan arah kosinus dari difraksi dan sinar datang (Buerger, 1942), dalam system koordinat secara berturut-turut didefinisikan sebagai ab, dan c. Untuk penyederhanaan, kita asumsikan sebuah kisi orthorhombic dan berkas sinar tegak lurus terhadap jaring-jaring ab dan paralalel terhadap c. Dengan film yang ditempatkan seperti pada Gambar 2.6, perpotongan dari kerucut dengan film akan menghasilkan dua kumpulan hiperbola dan satu kumpulan lingkaran konsentris di sekitar pusat film sebagai origin. Secara umum, tiga kumpulan lengkungan tersebut tidak akan bertemu pada titik-titik yang sama memenuhi tiga persamaan Laue (Gambar 2.9), dan hanya sejumlah kecil titik-titik yang muncul pada film (Gambar 2.10). Untuk menghilangkan kesulitan ini, metode Laue menggunkan radiasi yang tidak terfilter sehingga seluruh spectrum dari panjang gelombang didifraksikan secara simultan oleh kristal yang stasioner. Untuk setiap panjang gelombang, sekumpulan kerucut dihasilkan dan probabilitas kumpulan memenuhi persamaan Laue meningkat dengan luar biasa. Tetapi, satu masalah yang tetap ditemui bahwa sekarang panjang gelombang, secara umum tidak diketahui.

Hal ini dapat menunjukkan bahwa persamaan Laue dan Hukum Bragg adalah ekuivalen.  Ekuivalensi ini tidak ditunjukkan disini, tetapi bagi pembaca yang tertarik dapat merujuk pada Ladd dan Palmer (2003). Faktanya, jika m1 = h, m2 = k, dan m3 = l dengan hkl merupakan indeks Miller, serta a, b, c merupakan dimensi unit sel maka persamaan Laue menyediakan arah kosinus bagi sinar datang dan difraksi untuk setiap bidang hkl. Ekuivalensi dari perlakuan Bragg dan Laue kemudian dapat divisualisasikan tanpa penurunan matematik.
   Gambar 2.10 Garis jejak lintasan radiasi difraksi menggunakan radiasi monokromatik dari sebuah kisi tiga dimensi, dua kumpulan hiperbola dan sekumpulan lingkaran konsentris. Perlu dicatat secara umum, tiga kurva (lengkungan) tersebut tidak bertepatan
  

Monday, 28 July 2014

Perekaman pola difraksi sinar-x

Mungkin muncul di benak kita sebuah pertanyaan, informasi apa saja yang mampu diberikan persamaan Bragg dari sebuah peristiwa difraksi. Dengan menganggap kumpulan bidang-bidang atom yang paralel dalam kristal diarahkan pada berkas sinar-x yang datang seperti pada Gambar 2.3a. Sinar datang yaitu pada sudut theta terhadap kumpulan bidang atom. Berkas sinar yang datang menembus sampel dan menumbuk detektor pada theta = 0o.

Seketika tampak jelas bahwa berkas sinar yang dipantulkan berada pada sudut 2-theta terhadap titik 0 (zero point). Jika detektor ditempatkan pada sudut refleksi 2-theta, maka detektor akan merekam intensitas difraksi dari kumpulan bidang ini. Bayangkan bahwa kumpulan bidang kristal membentuk lengkungan di sekitar berkas sinar datang saat selalu diatur sebuah sudut theta terhadap bidang tersebut. Radiasi difraksi ini kemudian membentuk sebuah radiasi kerucut di sekitar sinar datang tersebut sebagai sumbu kerucut (Gambar 2.3b). jika sebuah film ditempatkan di bagian bawah dari kerucut, radiasi ini akan membentuk sebuah lingkaran hitam pada film. Saat beberapa kumpulan bidang paralel dengan jarak d berbeda ada dalam sampel, sebuah kumpulan lingkaran konsentris akan direkam secara simultan pada film. Saat pemantulan seharusnya meyakinkan kita bahwa hanya kerucut dengan dasar (base) lebih kecil daripada panjang film yang akan direkam. Debye dan Scherrer mengembangkan sebuah kamera sederhana yang akan merekam seluruh data itu. Mereka memilih sebuah baja silinder berongga menjadi sebuah kepingan film yang ditempatkan di keliling bagian dalam. Sampel tersebut diletakkan di bagian tengah silinder dan secara cepat (rapidly) diputar untuk memastikan keseragaman distribusi dari kristalit. Seluruh lingkaran konsentris dari radiasi difraksi sekarang telah direkam pada lempengan film 360o. Film yang dikembangkan tampak seperti pada Gambar 2.3c. Bagian dari dasar setiap kerucut direkam pada film sebagai pasangan busur yang sebanding dengan 4-theta diameter lingkaran itu. Dengan baik kita ketahui bahwa sudut dalam satuan radian diperoleh dengan membagi busur dengan jari-jari (radius) kamera. Dengan membuat jari-jari kamera menjadi 57,3 mm, maka 1 mm pengukuran di busur setara dengan 1o dalam theta. Dari pengukuran nilai theta, persamaan Bragg memberikan kita kemudahan menentukan seluruh jarak d yang terekam. Secara sederhana, daftar jarak d yang disajikan digunakan sebagai “sidik jari” (fingerprint) untuk identifikasi fase kristalin.

Gambar 2.3 (a) Refleksi Bragg dari sebuah kumpulan bidang kisi. (b) Kerucut difraksi sinat-x dari sebuah specimen serbuk. Kerucut tersebut terdiri dari seluruh sinar-x yang dipantulkan oleh satu bagian bidang kisi dalam seluruh kristal yang telah diorientasikan. (c) Bentuk dari sebuah pola serbuk (asymmetric film mounting).

Metode film membosankan untuk diterapkan. Pengukuran yang lebih teliti dari seluruh pasangan busur (arc-pairs) memerlukan waktu beberapa jam, dilanjutkan untuk pengembangan film, pengeringan, dan koreksi untuk penyusutan film. Untungnya, diffractometer otomatis telah dikembangkan dengan meniadakan fungsi dari film. Instrumen seperti ini mampu menggerakkan detektor mengelilingi lingkaran terpusat untuk merekam intensitas sinar-x pada suatu waktu. Satu pemikiran yang muncul atas hal ini yaitu sebagai photometering pola film itu dari theta 0 sampai 90o untuk menghasilkan sebuah pola seperti ditunjukkan pada Gambar 2.4. Pola serbuk (powder pattern) ini adalah sebuah perekaman satu dimensional intensitas radiasi difraksi dari seluruh kumpulan bidang paralel sebagai fungsi sudut 2-theta dalam rentang sudut yang diukur. Jarak d tersebut kemudian dihitung menggunakan persamaan (2.1) dalam bentuk. 

Gambar 2.4 Plot intensitas sinar-x terhadap 2-theta

 Dari informasi jarak d, sebuah unit sel yang terdiri dari motif dasar pengulangan dari kristal itu dapat diperoleh. Penyelesaian dari struktur kristal yang lengkap itu berkaitan dengan penentuan posisi relatif seluruh atom dalam unit sel terhadap sebuah sumbu sistem. Penyelesaian struktur kristal lengkap memerlukan penyelesaian pada dua masalah. Pertama, sifat dasar geometri dan memerlukan informasi jarak d dari seluruh pemantulan atau puncak-puncak dalam powder pattern. Pada kasus kristal tunggal (single crystal), kristal dapat diorientasikan relatif terhadap berkas sinar-x sebagai hanya satu kumpulan bidang pada satu waktu dalam posisi Bragg untuk didifraksikan. Kemudian jarak d untuk seluruh kumpulan bidang dapat direkam dalam ruang tiga dimensional untuk memperoleh sebuah penyelesaian yang lebih baik pada masalah geometri memungkinkan dilakukan dari sebuah pola serbuk (powder pattern). Penyelesaian ini memerlukan bentuk dimensi unit sel, dan simetri ataom atau susunan molekuler dalam bentuk kumpulan simetri elemen dan posisinya dalam unit sel. Kumpulan simetri elemen ini dimasukkan ke sebuah spasi ruang (space group).